Skip to main content

My Sister is My Priority : chapter 06



untuk daftar karakter, ada dibawah ini :


    Sore itu aku dan Nadin telah berbaikan, dengan memahami perasaan masing masing. Akhirnya aku dapat benar memahami apa yang adikku rasakan selama ini, ya walau pun itu bukanlah sesuatu yang baik, tapi entah mengapa aku merasa senang akan hal itu. Tapi masalah yang lainnya telah datang.

    “Wah wah...Ku kira ada apa tadi, ternyata dua orang kakak beradik yang saling menyatakan perasaannya masing masing ya... hahaha...”
    “Eh...”
    “Om Fajar...”

Aku lalu melepaskan pelukanku dari Nadin, karena khawatir akan sesuatu, yap... benar benar rasa khawatir.

    “Hee... kenapa kamu melepaskan pelukanmu Rei...”
    “Karena aku tau kalau om bakal mikir yang aneh aneh...”
    “Emm... jangan berpikir kalau cinta ku sama abang bukanlah cinta yang murni!”

Nadin mengangguk, dan berbicara dengan semangatnya.

    “Jangan memperburuk keadaan!”
    “Jangan bicara seperti itu Rei!”

Paman berbicara dengan nada dan wajah serius, tapi aku tau kalau dia akan membicarakan sesuatu yang menjijikan.

    “Om itu...om itu...”
    “SUDAH MENUNGGU AKAN HAL INI!”
    “tuh kan... ku bilang juga apa.
    “Om sudah terlalu lama di luar kota, sampai sampai om sudah banyak melewatkan adegan romantis terlarang di antara kalian!”

Paman begitu bersemangat mengatakannya, walau pun itu bukanlah sesuatu yang pantas di katakan oleh seorang paman kepada keponakannya.

    “Kalian berdua, ayo berpelukan lagi!”
    “Ayo bang!” kata Nadin dengan semangat.
    “Kagak!!! Soalnya itu orang masih melihat kita.”
    “Jadi kalau om Fajar gak liat, abang mau kan?”
    “Akan abang pikirkan...”

Aku mengatakannya sepelan mungkin agar hanya Nadin yang bisa mendengarnya. Paman lalu mengambil ponsel di saku nya.

    “Hee, ayolah kalian berdua, lakukanlah lagi, dan kali ini aku akan memotretnya.”
    “Kau sudah gila ya...”
    “Kamu benar juga Rei...”
    “He?”
    “Seharusnya aku memotret kalian dengan kamera SLR kan!”
    “Wah mesti di bawa ke rumah sakit nie orang,”
    “Tunggu sebentar ya! Om akan mengambil kamera di atas.”

Ia lalu berlari ke lantai atas dengan semangatnya.

    “Om Fajar benar benar bersemangat ya bang...”
    “Ya... benar juga...”

Itulah dia pamanku, Ahmad fajar, dia adalah seorang desainer model dari perusaan game yang berlokasi di Bandung. Dia adalah orang yang terkenal dikalangan perempuan, karena ketampanannya, dan juga karena sampai sekarang dia belum juga menikah, alias masih bujangan. Namun di balik itu semua dia adalah seorang otaku yang sangat maniak terhadap sesuatu yang berbau Incest. Dan salah satu sasarannya untuk menghibur diri adalah aku dan Nadin.
*note : Incest adalah hubungan cinta terlarang antara saudara, biasa nya lebih mengarah ke saudara kandung, namun hubungan cinta antar saudara tiri atau angkat pun masih termasuk kategori incest.
    Dan keesokan hari nya...

    “Ayo kita ke Bogam!”

Paman mengatakan hal itu dengan semangatnya di tengah tengah sarapan yang awalnya hening.

    “Hah... Bogam...” kata ku dan Nadin bersamaan.
    “Yap Bogam!”

Aku merasa mulai curiga dengan ajakan paman yang tiba tiba ini, aku merasa kalau dia merencana kan sesuatu.

    “Kenapa ke Bogam?”
    “Soalnya kalau ke pantai Kubu airnya keruh kan...”
    “Bukan bukan bukan... bukan itu yang ku tanyakan...”
    “Maksudku, apa alasan om mengajak kami ke Bogam?”
    “Eee... soal itu...”

Paman terlihat sedikit panik dan memikirkan sesuatu saat aku menanyakan alasannya, sampai akhirnya dia menepukan tangannya dan lalu tersenyum.

    “Sudah pastikan... karna kita jarang jalan jalan keluarga...”
    “Jangan mengatakan hal yang baru terpikirkan di benakmu...”
    “Gak papa kan bang, sekali kali...”
    “Tapi kan...”

Aku lalu berniat untuk membisikan sesuatu pada Nadin, namun tanpa sadar nafasku keluar lebih dulu, sehingga membuat seolah olah kalau aku meniup telinganya.

    “Aaa... ih abang genit...”

Nadin sedikit mendesah dan lalu membuat raut wajah malu malu.

    “A..a..abang gak bermaksud...”
    *Cekrek*

Terdengar suara kamera ponsel yang sedang memotret.
    “Hmm, dapat gambar yang bagus.”
    “Kenapa om memotretnya!!?”
    “Cepat hapus foto itu!!!”
    “Eh, buat kenang kenangan kan,”
    “Pembohong!! Cepat hapus!”
    “Nggak mau!”

Pada akhirnya kami bertiga tetap pergi ke Bogam.
    Kami pun berangkat menggunakan mobil yang sangat jarang di pakai oleh paman. Sekitar kurang lebih dua jam kami di perjalanan, akhirnya kami pun sampai di Bogam. Baru saja paman memarkirkan mobil, Nadin langsung keluar dari mobil dengan semangatnya.

    “Waah...”

Nadin berlarian mendekati air di pesisir dengan penuh semangat.

    “Hati hati, nanti jatuh loh!”
    “Okeee”
    “Abang ayo ke sini!”
    “Bentar ya, abang bantu om negeluarin bawaan dulu...”


Nadin melambaikan tangannya dari kejauhan, yang membuatku tesenyum senang, karena bisa melihat Nadin yang seperti biasa lagi. Mungkin inilah yang biasa di sebut dengan sesuatu yang menyejukan hati, entah bagaimana dengan perasaanku ke Nadin, aku masih belum mengerti dengan perasaanku sendiri. Namun yang pasti dia lah yang bisa terus membuatku tersenyum.


    “Bagaimana? Bagus juga kan jalan jalan keluarga sekali sekali..”
    “Aku tidak tau apa yang om rencanakan, tapi kurasa jalan jalan kaya gini, gak buruk juga...”
    “Om tidak merencanakan apa apa kok”

Paman memperlihat wajah tersenyum yang benar benar mencurigakan sambil memegang sebuah kamera digital yang terlihat mahal.

    “Lalu untuk apa kamera itu?”
    “Aaa... U..untuk....”
    “Untuk foto kenang kenangan keluarga tentu saja.’
    “Aku tidak tau kenang kenangan apa yang om maksud, tapi ku harap bukan untuk keperluan mesum...”

Dia lalu memalingkan wajahnya sambil bersiul siul. Aku lalu menyusul Nadin ke pesisir. Kami pun bermain bola pantai bersama, sampai beberapa saat kemudian aku kehilangan keseimbangan dan nyaris membuatku terjatuh.

    “Aaa...”
    “Awas bang!”

Nadin dengan cepat meraih tanganku, yang lalu membuat kami terjatuh bersama sama. Tepat di atasku Nadin terjatuh, dan hal itu membuatku gugup dan khawatir.

    “Na..na..nadin...”
    “Tunggu...orang tua itu jangan jangan...

Aku lalu melihat ke arah paman, dan tepat di arahku berpaling, paman sedang memotret kami dengan penuh semangat.

    “MANTAAAAP!!”

Paman berteriak dari kejauhan sambil mengacungkan jempolnya pada kami dengan bangga nya.

    “Mantap jidatmu!!!”
    “Hahahahaa...”

Nadin tertawa lepas.

    “Nadin...? kenapa kamu tertawa?”
    “Soalnya tadi abang bilang ‘hati hati, nanti jatuh loh!’, tapi malah abang yang jatuh...hahaha”
    “Tapi kamu juga jatuh kan...”
    “Bener juga sih...”
    “Hahahahaha...”

Kami berdua tertawa lepas tanpa membangunkan diri masing masing. Saat itu aku berpikir, mungkin inilah yang menjadi kebahagiaanku, adik perempuanku yang selalu ada di sampingku. Aku jadi teringat perkataan Yuuki pada ku saat kami sedang di Zypermart waktu itu,

    “Hehe, Senpai benar benar beruntung ya, punya adik seperti Nadin-chan.”

Saat itu aku menjawab,

    “Yaa, kurasa juga begitu.”

Namun jika dia menanyai ku sekarang, aku akan dengan bangga menjawab, Ya, Tentu saja. Nadin lalu bangun dari tubuhku dan mengulurkan tangannya pada ku.

    “Ayo bang, nanti baju abang makin basah...”
    “Udah terlanjur basah kan...”

Aku tersenyum pada Nadin, lalu meraih tangannya dan mencoba berdiri.

    “Oy... yok kita makan dulu...”

Paman berteriak dari sebuah pondok sambil terus memotret kami berdua.

    “Iyaa, dan juga berhentilah memotret kami!”

Aku dan Nadin lalu mendatangi Paman ke pondok.

    “Heeh, Foto nya bagus bagus loh.”
    “Nanti aku minta foto foto nya ya om...” kata Nadin dengan semangat.
    “Owh, tentu saja!!”
    “Akan ku pastikan foto foto itu ku hapus sebelum kalian mengoleksi nya.”
    “Heeeeh?!!” Keluh paman dan Nadin.

    Kami pun makan bersama sama di pondok tersebut. Saat pertengahan makan, Nadin mengarahkan sesendok nasi di sertai tumis jagung ke dekat mulutku dengan wajah tersenyum.

    “Ayo bang, Aaaaa”
    “A..a.. tu..tunggu dulu...”
    “Eh kenapa, ayo terima suapannya Rei!”

Paman menyiapkan kamera nya dan bersiap siap memotret.

    “Aku akan menerima suapan Nadin, kalau om sudah menonaktifkan kamera nya.”
    “Abang!”

Aku lalu menoleh ke arah Nadin. Nadin lalu memperlihatkan wajah manis penuh harap pada ku sambil terus memegang sesendok nasi yang tadi dia arahkan pada ku.

    “Wah manis banget nie anak...
    “Oke deh, Aaaaa”
    “Aaam”
    *Cekrek*

Dalam waktu yang bersamaan suara kamera yang sedang memotret terdengar dari arah paman.

    “Sip Rei..”
    “Sip jidatmu!!”

Aku lalu menoleh ke arah Nadin lagi, ku lihat Nadin sedang memperhatikan sendok yang tadi dia pakai untuk menyuapi ku dengan seksama.

    “Na..Nadin, kenapa memelototi sendok itu?”
    “Kalau aku lanjut makan pake sendok ini...”
    “Kenapa...”
    “AKU BISA CIUMAN GAK LANGSUNG SAMA ABANG!!!”

Nadin dengan semangat melanjutkan makannya menggunakan sendok yang tadi dia pakai untuk menyuapi ku.

    “Wah pikirannnya sampe ke situ...”
    “Aku main lagi ya bang!”
    “Habiskan dulu makana...”

Omonganku terhenti begitu melihat piring Nadin yang sudah bersih tanpa sebutir Nasi pun, padahal beberapa saat sebelumnya masih lumayan banyak.

    “Gile... piringnya udah bersih...
    “Aku duluan ya bang.”

Nadin kembali bermain ke pesisir sambil berlarian. Beberapa saat kemudian aku dan paman baru menghabiskan makanan kami. Paman lalu mengajakku untuk menyusul Nadin ke dekat pesisir.

    “Ayo kita duduk di sana...”

Paman menunjuk sebuah batang pohon kelapa yang terlentang tak jauh dari tempat Nadin bermain.

    “Aa, baiklah”

Kami segera menyusul Nadin di dekat pesisir. Aku dan paman lalu duduk di batang pohon kelapa tersebut sambil mengawasi Nadin yang sedang asik bermain.

    “Rei, om ingin menyampaikan sesuatu pada mu,”
    “Ya?”
    “Om ingin kamu terus menjaga Nadin saat om sedang bekerja...”
    “Hah.. tentu saja kan, dia kan adikku, tanpa om suruh, aku juga akan melakukannya.”
    “Haha... benar juga ya...”

Paman memerhatikan Nadin yang sedang bermain di dekat air.

    “Sejak... kejadian itu... aku mendapatkan hak asuh untuk kalian,”
    “Dan... aku jadi bisa merasakan menjadi sosok ayah bagi nya...”

Paman mengatakan hal itu sambil terus memperhatikan Nadin.

    “Hm, jadi om tidak menganggapku sebagai anak ya...”
    “Haha, tentu saja aku juga wali mu kan...”
    “Maksudku, ternyata menjadi sosok orang tua tidak buruk juga ya.”
    “Kau tau Rei saat om mendapat hak asuh kalian, om tidak tau, mesti bagaimana...”


    “Belum lagi saat itu, om sedang di landa kesedihan karena kepergian Ibu mu... saudara om satu satu nya...”
    “Namun... setelah beberapa minggu merawat kalian, kesedihan itu mulai memudar... om merasa mulai bahagia karna bisa menjadi wali kalian,”
    “Karena kalian berdua adalah... pengisi dari kekosongan di dalam hati om...”

Saat itu aku sangat terkagum oleh perkataan paman, sosok lain dari paman yang sangat jarang ku lihat, benar benar berbeda dari yang biasa nya...

    “Om Fajar...”
    “Jadi berciumanlah dengan Nadin, agar aku bisa mendapatkan foto yang benar benar bagus hari ini!”

Paman tiba tiba mengatakan sesuatu hal yang benar benar menjengkelkan sambil memegang kamera di tangannya, dan itu membuatku menyesal karena aku sempat kagum pada nya tadi.

    “Haaah... ternyata memang begini lah jadi nya...
    “Ayo Rei... LAKUKAN!!”
    “Ogaah...”
    “Abaang... om Fajar...”

Nadin tiba tiba memanggil kami sambil melambaikan tangannya.

    “Iya Nadin...”
    “Aku nemu bintang laut nih...”
    “Benarkah, mana mana?”

Aku dan paman berdiri lalu menghampiri Nadin.

    “Om juga lihat dong...”
    “Gak boleh!”
    “Heee....”

Begitulah jalan jalan keluarga yang kami lakukan, walaupun bersama dengan seorang paman yang menjengkelkan, namun yang nama nya keluarga tetap saja keluarga, dan berkumpul bersama sama keluarga seperti ini cukup menyenangkan juga.

                      -=Chapter 6 ‘Paman yang menyebalkan’=-

Comments

  1. Gan,entah knp ane suka sama ceritanya
    Ane mau nanya nih,ane juga suka nulis novel kayak gini,boleh gk ane masukin tulisan ane,biar makin rame :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. boleh gan, ane juga lagi nyari teman buat up novel di sini

      Delete
    2. Klo boleh tau,ada persyaratan nya gk?

      Delete
    3. Gak ada, klau critanya ketik di word dulu, kasih nama penulis (asli/penname), hbis tu kirim ke fb ane

      Delete

Post a Comment

Populer Post

My Sister is My Priority : chapter 01

My Sister is My Priority : chapter 03

My Sister is My Priority : chapter 14 [Vol.2]