untuk daftar karakter, ada dibawah ini :
Hari ini telah tiba... hari ini... hari
senin, entah kenapa aku terbangun dengan sendiri nya. Kok bisa sih aku
terbangun sendiri, pikirku. Aku yang biasa nya hanya bisa bangun jika di
bangunkan seseorang, kini sendiri, dan... itu membuatku sedikit kesal.
*dug dug*
Suara ketukan
terdengar dari pintu kamarku yang tak terkunci, mungkin saja itu adalah Nadin yang
mencoba membangunkanku.
“Aaa, masu...”
Belum saja selesai
berbicara, pintu kamarku lalu dibuka dengan cepatnya dari luar, dan ternyata
itu hanya pamanku yang sedang tergesa gesa, bukan Nadin.
“hmm, Cuma om Fajar toh”
“Apa maksudnya Cuma aku? Hoo... kamu
berharap Nadin yang datang ya...”
“Td..tidak juga...!”
“Halah,.. kamu tidak bisa jujur...”
“Eh, bukan itu yang ingin om sampaikan!
Hari ini om ada kerjaan, tapi gak jauh kok, Cuma di Sampit.”
“Sampit itu sudah lumayan jauhkan...”
“Benar juga sih, pokoknya om buru buru,
atau om tidak akan sampai di sana sebelum jam 12 siang, jaga Nadin ya!”
“Ho’oh... pergilah sana!”
“Iya... OM BERANGKAT!!”
“Iya iya... pergilah!”
Paman lalu pergi
dengan terbirit birit, sampai sampai membuat suara langkah kaki yang lumayan
keras. Hah, aku berpikir bagaimana bisa dia jadi seorang desainer game di
perusaan game ternama.
“Orang seperti dia bisa bisa nya bekerja di
perusaan terkenal...”
“Oh iya, benar juga di mana Nadin?’
Aku lalu turun ke
lantai bawah , untuk mencari di mana Nadin berada. Dari ruang tamu, dapur,
bahkan ragu ragu aku juga memeriksa kamar mandi, namun aku sama sekali tak
menemukan Nadin di lantai bawah.
“Apa dia masih di kamarnya ya?”
Aku mendongak ke
lantai atas, berpikir Nadin masih berada di kamarnya di lantai atas. Aku lalu
kembali ke lantai atas untuk memastikannya.
*dug dug dug*
“Nadin... kamu masih tidur ya?”
Aku memanggil
Nadin sambil mengetuk pintu kamarnya, namun tak ada jawaban dari dalam. Karena
khawatir, aku mencoba membuka pintu kamar Nadin, dan pas sekali pintu kamarnya
sedang tidak di kunci.
“Nadin, abang masuk ya...”
Ku lihat Nadin
yang masih terbaring di tempat tidurnya, dengan keringat yang bercucuran. Nadin
lalu menoleh ke arah yang masih berada di depan pintu kamarnya.
“Eh,.. Abang...u..dah bangun ya...”
*hos hos*
Nadin berbicara
dengan nafas yang terengah engah, sempat aku terdiam karena melihat keadaannya,
aku lalu menghampiri nya dengan sedikit panik, apa dia demam, begitulah
pikirku.
“Nadin...”
Aku mencoba
menyentuh keningnya, untuk memastikan suhu tubuhnya. Dan benar saja suhu
tubuhnya benar benar panas.
“Panasnya,.. kaya nya kamu demam deh...”
*hos hos..*
“Maaf ya bang...”
“loh, kok minta maaf...”
“Aku gak bisa bangunin abang tadi...”
“Yaelah... itu doang”
“Padahal niatnya, aku pengen nyium abang,
sebelum abang bangun...”
“Wah... rencana mu benar benar berbahaya”
“Tadi aku udah mau ke kamar abang, tapi pas
di depan pintu kamar abang, aku gak kuat terus jatuh...”
“Niat banget ya...”
“Terus ada om fajar nolongin, pas aku
jelasin rencana ku, dia bilang gini ‘Hari ini istirahat dulu, rencana di lakuin
besok aja!’ dengan mengacungkan jempolnya”
“Tuh orang tua ngeselin amat sih, lah dia
tau kamu lagi sakit, kok tetap pergi kerja?”
Tiba tiba aku
teringat dengan penghujung kata yang di katakan paman sebelum pergi sebelumnya.
“...,
jaga Nadin ya!”
“haaah...
jadi ini ya maksudnya...”
“Kamu istirahat aja ya, izin sekolah dulu,
nanti abang juga izin sekolah,”
“Iyaa bang...”
Aku lalu keluar
sebentar untuk menelpon sekolah. Segera setelah selesai meminta izin dari
sekolah, aku mengambil dua buah handuk kecil dan baskom yang lalu ku isi dengan
air untuk membuat kompres dan untuk mengelap keringat yang bercucuran di tubuh
Nadin. Tunggu,,, mengelap keringat Nadin... aku sempat berpikiran mesum, kalau
aku lah yang akan mengelapkan keringat di tubuhnya.
“Apa yang
ku pikirkan!...”
Aku lalu kembali
ke kamar Nadin, dan lalu membuatkan kompres untuknya.
“Nadin, nie abang bawakan handuk sama air
buat kompres kamu...”
“Makasih ya bang...”
“Iyaa, tapi sebelumnya kamu lap keringat di
badanmu dulu ya... nanti abang keluar sebentar, kalau udah panggil aja abang
ya...”
“Eh...”
Aku berbicara pada
nya sambil memalingkan pandanganku, karena tadi aku sempat berpikiran mesum
tentangnya. Aku lalu berdiri untuk bersiap keluar dari kamarnya.
“A..Abang keluar dulu ya...”
“Tunggu...”
Nadin menggenggam
tanganku dengan tangannya yang hangat, menahanku untuk keluar dari kamarnya.
“Na..Nadin...”
“Abang aja...”
“Eh...”
“Abang aja... yang ngelapin keringat di
badanku....”
“He...HEEEEEH...?!!”
Aku benar benar
terkejut dengan apa yang di katakan Nadin, seolah olah apa yang tadi ku
bayangkan akan menjadi kenyataan.
“Tt...t..tapikan....”
“Gapapa....”
*hos hos hos...*
“... aku... pengen abang yang ngelapin”
*Glek*
Aku lalu menuruti
permintaan Nadin, lagian dia lagi sakit kan, Yah benar... aku hanya sedang
merawat adikku yang sedang sakit, begitu pikirku agar terus berpikiran positif
akan keadaan sekarang. Aku lalu mengambil salah satu handuk yang ku bawa tadi,
lalu ku celupkan ke air untuk mengelap keringat di tubuhnya.
*Glek*
Aku menggenggam
handuk tersebut sambil meneguk air liurku.
“A..abang mulai ya...”
“Bentar bang...”
Nadin lalu membuka
kancing paling atas dari piyama nya yang membuat keadaan semakin memanas.
‘Shusss’ aku menjadi merasa memiliki cerobong asap di kepala ku yang terus
mengeluarkan asap karena suhu terlalu tinggi.
“Ayo bang... aku udah siap...”
Nadin bicara
padaku dengan terengah engah sambil menatap mata ku wajah yang benar benar manis.
Karena takut tergoda, aku jadi memaling wajahku dari nya sambil menggenggam
handuk di tanganku dengan cukup keras.
“Apa
ini... apa ini...yang dia maksud ‘aku sudah siap’ itu, siap untuk apa....? ini
cuma mengelap keringatnya kan! Kenapa keadaannya jadi erotis begini...”
“Tahan
diri mu Rei! Tahan diri mu....!”
*hos hos...*
Mengelap keringat
adikku ini adalah pengalaman terparahku bersama adikku. Benar benar sesuatu
yang sangat sangat mendebarkan, nafas Nadin yang terengah engah benar benar
membuarku tak bisa berpikir jernih, padahal cuma sekedar mengelapkan
keringatnya. Tunggu, Cuma? Cuma? Kalau ada seseorang yang mengatakan hal itu
pada ku, aku akan benar benar memukul orang itu.
Setelah selesai mengelapkan keringatnya,
aku terduduk di sebelah tempat tidur Nadin, tubuhku benar benar kaku dibuatnya,
seolah tubuh dan jiwa ku sedang terpisah sekarang, benar benar pengalaman
terparahku bersama Nadin. Cerobong asap di kepala ku rasa nya terus
mengeluarkan asap dengan sangat cepat.
“N..Nadin mau abang buatin bubur,..?”
“He.. bubur buatan abang...”
Nadin menjawab
pertanyaanku dengan begitu pelan lalu
menoleh ke arahku dengan wajah merah merona.
“Mmm... aku mau...”
“Benarkah, kalo gitu abang buatin sekarang
ya,”
“Mmm...”
Nadin tersenyum
lembut pada ku, senyumannya benar benar menyejukan hati ku. Mungkin ini adalah
salah satu efek samping karena adikku ini benar benar melekat denganku sedari
dulu. Aku lalu turun ke lantai bawah untuk pergi ke dapur.
*Bip bip...*
Namun baru saja
menuruni tangga, ponsel yang ku letakkan di saku kiri berdering yang menandakan
bahwa aku menerima sebuah panggilan masuk. Aku lalu mengambil ponselku
tersebut, dan saat ku lihat, ternyata itu adalah panggilan masuk dari Lisa.
“Lisa? Dia masih gak sekolah ya?”
Aku segera
mengangkat panggilan tersebut, namun baru saja ku angkat...
“Aa, Halo...”
“REI.. KAMU SAKIT YA?!!”
Lisa secara tiba
tiba berteriak melalui speaker ponsel, yang membuatku begitu kaget dan sontak menjauhkan
ponselku tersebut dari telinga ku.
“KOK GAK SEKOLAH?!!”
“Ngomongnya yang pelan dikit napa... yang
sakit itu adikku,”
“Aku ijin sekolah buat jagain dia di
rumah...”
“Oh..ku kira kamu yang sakit... syukurlah.”
“Ciee, khawatir yaa...”
“Ng..ng..nggak kok, ih kepedean aja...”
“Haha... becanda becanda,”
“O iya, ngomong ngomong... jum’at kemaren
kenapa kamu gak masuk?”
“Jum’at... owh, aku lagi nonton Anime yang kamu kasih...”
“Jum’at... owh, aku lagi nonton Anime yang kamu kasih...”
“Hee... terus gimana gimana?”
“Gileee!!! Seru njeer, bikin ngakak...”
“Jaa, buat seorang bule seperti mu, pake
bahasa kasar kaya gitu, kaya gimana ya...”
“Haah, itu karna Anime yang kamu kasih
omongannya kasar dan jorok, tapi komedi nya bagus sih, Anti mainstream.”
“Hahaha.. setuju tuh...”
“O iy, ngomong ngomong...”
“Abaaaang.....”
Nadin tiba tiba
memanggilku dari kamarnya dengan cukup keras, dan membuatku sedikit kaget dan
menoleh ke arah kamar Nadin sambil sedikit panik.
“Udah dulu ya Lisa...”
“Aa...tung...”
Aku lalu buru buru
menutup panggilan dari Lisa dan sesegera mungkin memasukan kembali ponselku ke
dalam saku ku.
“E..iya Nadin, kenapa...?”
“Abang jangan diam diam telponan ama cewe
ya...”
Nadin berbicara dari
kamarnya dengan terengah engah. Aku sedikit kaget karena Nadin bisa tau kalau
aku sedang berbicara dengan cewek lewat telpon, padahal jarak antara kamar
Nadin dan tempatku sekarang lumayan jauh.
“Biar lagi sakit begini... aku bisa tau apa
yang abang lakukan dari radius 300 meter loh...”
“Heee...
seriusan nih....”
“Jadi jangan macam macam ya bang...”
Aku benar benar
kaget dengan penjelasan Nadin barusan, seolah olah aku memiliki seekor burung
elang selalu mengawasi ku dari kejauhan. 300 meter? Kan ngeri banget, itu juga
kalau dia lagi sakit, gimana kalau udah sehat coba? Begitu pikirku.
Aku lalu cepat pergi ke dapur dan lalu
membuatkan bubur untuk Nadin. Dan tak lupa juga ku ambilkan minuman isotonik
untuknya. Setelah buburnya matang, aku segera kembali ke kamar Nadin untuk
membawakan bubur tersebut dan minuman untuknya.
“Nadin... nih buburnya udah jadi...”
“Makasih ya bang...”
Nadin tersenyum
manis padaku sambil menyandarkan bahu nya menggunakan bantal di tempat
tidurnya.
“Minuman cuma ada Pocari, gapapa ya...”
“Iya bang, gapapa....”
Aku sempat
berpikir ‘apa dia mau ku suapin’, yah... mungkin saja itu bukan pikiranku tapi
lebih seperti harapanku sih, hmm... seperti itulah pokoknya.
“Mmm, Nadin mau abang suapin... atau...”
“SUAPIN!!”
“Eh...”
“Suapin...!!”
“Benerin nih di suapin?”
“He’eh... pake mulut....”
Nadin menunjuk
bibir kecilnya sambil menatap .
“Hah?!!”
Membuatku sempat
terbayangkan akan hal itu.
“Arghhhh!!! Itu...itu....itu...”
Aku menjadi sulit
berbicara dan tak tau lagi bagaimana mesti meresponnya. Dan itu membuat Nadin
tertawa kecil padaku.
“Hehehe...”
“Eh???”
“Muka abang merah banget tuh... hehe...”
“Ha..eh...heeee, ng...nggak merah tuh.. gak
merah”
“Merah tau... abang barusan mikir jorok
ya...”
“Heekss... salah siapa coba!!?”
“Hehehe... maaf maaf...”
“Haah... ya udah deh... ayo makan, nanti
keburu dingin.”
“Okee... aaaaa”
Aku pun akhirnya
menyuapi nya dengan normal, ya...normal normal saja, dan tentu saja... ini
sudah cukup untukku. Nadin pun menghabiskan bubur yang ku buatkan untuknya, dan
itu membuatku senang.
“Obatnya di minum ya, habis itu langsung
tidur ya...”
“Eh... aku masih mau main sama abang...”
Nadin menatapku
dengan wajah sedikit kecewa.
“Mainnya nanti aja, kan biar kamu bisa
cepat sembuh juga.”
“Ummm..”
Nadin
menggembungkan pipi nya sambil menatap
wajahku.
“Hei... ayolah Nadin, kamu mesti banyak
istirahat”
“Mmm...iya deh, tapi...”
“Hmm?”
“Temenin aku sampai tidur ya bang...”
“Hm, oke deh...”
“Ehm...”
Aku lalu menemani
Nadin tidur di sebelah tempat tidurnya, dan tak lama kemudian Nadin pun
terlihat sudah tertidur nyenyak dengan wajah yang begitu manis.
“Udah
tidur kali ya...”
Aku sedikit
tergoda saat melihat wajah Nadin yang sedang tertidur tersebut, dan karena tak
tahan melihat keimutan...
*Chu...*
Aku pun mengecup
pipinya. Wah, pipi benar benar lembut, sudah lama rasa nya aku tidak mencium
Nadin seperti ini, pikirku sesaat.
“Yaa,
mungkin aku akan tetap di sini saja...”
“Ternyata
perasaanku pada Nadin juga...”
Saat itu aku tak
bisa berhenti menatap wajah Nadin yang sedang tertidur di hadapanku, dan saat
itu pula aku menyadari bagaimana perasaanku yang sebenarnya pada Nadin.
-=Chapter 7 ‘Adikku terkena demam’=-
Jadi penasaran ama si lisa nya :v
ReplyDeleteternyata emg pada nanyain lisa semua :D tmen ane di grup juga nanyain soal lisa :v
Delete